Jakarta, (detikHealth) Mungkin banyak yang belum tahu apa itu
penyakit autoimun. Ini adalah penyakit yang menyebabkan sistem kekebalan
tubuh menyerang sel-sel sehatnya sendiri. Contohnya seperti diabetes
tipe 1, psoriasis, multiple sclerosis dan rheumatoid arthritis.
Padahal
menurut Department of Health and Human Services Office on Women's
Health, AS, di Amerika saja ada lebih dari 80 jenis penyakit autoimun
yang menyerang 23,5 juta orang Amerika.
Selama ini para pakar
hanya tahu jika penyakit autoimun muncul akibat tubuh memproduksi
sel-sel kekebalan atau sel darah putih bernama TH17 secara berlebihan.
Namun hingga kini para pakar belum dapat menentukan mengapa sejumlah
orang menghasilkan lebih banyak TH17 dibanding orang lain. Tapi ada tiga
studi terpisah yang dipublikasikan dalam jurnal Nature yang mengklaim menemukan sejumlah petunjuk.
Peneliti
mencatat bahwa kasus penyakit autoimun terbanyak terjadi di
negara-negara Barat. Dari situ para peneliti percaya ini terjadi karena
faktor lingkungannya yang berubah, terutama soal gaya hidup dan
kebiasaan makan yaitu terkait tingginya konsumsi makanan olahan dan fast
food.
Dengan kata lain studi baru ini sepakat mengatakan alasan
lain untuk mengurangi konsumsi garam adalah peningkatan asupan garam
akan memicu penyakit autoimun, termasuk membuatnya bertahan lama di
dalam tubuh.
Studi pertama menggunakan teknologi yang
dikembangkan oleh Hongkun Park, seorang dokter dari Harvard University,
Cambridge. Park menggunakan sebuah perangkat silicone nanowires untuk
mengubah gen-gen di dalam sel kekebalan tanpa mempengaruhi fungsinya.
Perangkat ini pun berhasil menjelaskan bagaimana cara kerja sel-sel
TH17.
"Temuan ini pun berguna karena banyak pakar yang masih
mencari-cari bagaimana cara mengendalikan sel-sel TH17 itu," ungkap
rekan kerja Park, Aviv Regev, pakar biologi dari Massachusetts Institute
of Technology.
Kemudian pada studi kedua, peneliti mengamati
sel-sel kekebalan yang dihasilkan dalam periode lebih dari 72 jam,
khususnya serum glucocorticoid kinase 1 (SGK1) yang bertugas mengatur
kadar garam di dalam sel yang muncul setiap kali sebuah sel TH17
tercipta. Dengan menggunakan tikus sebagai obyek, peneliti memastikan
sel-sel pada tikus yang dipapari pola makan bergaram tinggi memiliki
lebih banyak ekspresi SGK1 serta mengandung lebih banyak sel TH17
dibandingkan tikus yang berada di lingkungan normal.
"Jika Anda
meningkatkan konsumsi garam secara bertahap maka dari satu generasi ke
generasi Anda akan memiliki sel TH17 ini," kata salah satu peneliti
Vijay Kuchroo, seorang pakar imunologi dari Brigham and Women's Hospital
di Boston, Massachusetts.
Studi ketiga mendasarkan risetnya pada
kedua studi sebelumnya. Peneliti mendapati sekumpulan tikus yang mereka
papari dengan makanan bergaram tinggi terlihat menghasilkan lebih
banyak sel-sel TH17. Yang lebih meyakinkan lagi beberapa waktu kemudian
tikus-tikus itu menderita multiple sclerosis parah yang disebut
autoimmune encephalomyelitis.
"Sangat jelas terlihat dari
percobaan pada hewan ini bahwa ada efek dramatis yang diakibatkan oleh
perubahan konsumsi garam, dari rendah ke tinggi," ujar peneliti David
Hafler, kepala departemen neurologi dari Yale School of Medicine di New
Haven, Connecticut seperti dilansir dari cbsnews, Senin (11/3/2013).
Kesimpulannya
ketiga studi tersebut sama-sama memastikan bahwa garam dapat memicu
munculnya enzim yang menciptakan sel-sel TH17. Namun Hafler mengingatkan
bahwa garam mungkin tak hanya satu-satunya pemicu penyakit autoimun
karena faktor genetik dan lingkungan tetap memainkan peranan yang lebih
penting.
Hanya saja ada kemungkinan bahwa mengubah pola makan menjadi rendah garam akan bermanfaat bagi penderita penyakit autoimun.
Thank you banget sharingnya.
BalasHapus