Dalam bahasa Arab, penyucian jiwa disebut sebagai tazkiyatun nafs,
yang terdiri dari dua kata: at-tazkiyah dan an-nafs. At-tazkiyah
bermakna at-tath-hiir, yaitu penyucian atau pembersihan. Dan karena
itulah zakat, yang satu akar dengan kata at-tazkiyah disebut zakat
karena ia kita tunaikan untuk membersihkan/menyucikan harta dan jiwa
kita. Adapun kata an-nafs (bentuk jamaknya: anfus dan nufus) berarti
jiwa atau nafsu. Dengan demikian tazkiyatun nafs berarti penyucian jiwa
atau nafsu kita.
Namun at-tazkiyah tidak hanya memiliki makna penyucian. At-tazkiyah
juga memiliki makna an-numuww, yaitu tumbuh. Maksudnya, tazkiyatun nafs
itu juga berarti menumbuhkan jiwa kita agar bisa tumbuh sehat dengan
memiliki sifat-sifat yang baik/terpuji.
Dari tinjauan bahasa diatas, bisa kita simpulkan bahwa tazkiyatun
nafs itu pada dasarnya melakukan dua hal. Pertama, menyucikan jiwa kita
dari sifat-sifat (akhlaq) yang buruk/tercela (disebut pula takhalliy –
memakai kha’), seperti kufur, nifaq, riya’, hasad, ujub, sombong,
pemarah, rakus, suka memperturutkan hawa nafsu, dan sebagainya. Kedua,
menghiasinya jiwa yang telah kita sucikan tersebut dengan sifat-sifat
(akhlaq) yang baik/terpuji (disebut pula tahalliy – memakai ha’),
seperti ikhlas, jujur, zuhud, tawakkal, cinta dan kasih sayang, syukur,
sabar, ridha, dan sebagainya.
Mengapa tazkiyatun nafs itu penting?
Setidak-tidaknya ada tiga alasan mengapa tazkiyatun nafs itu penting.
Alasan pertama, karena tazkiyatun nafs merupakan salah satu diantara
tugas Rasulullah saw diutus kepada umatnya. Allah SWT berfirman dalam QS
Al-Jumu’ah: 2: “Dia-lah (Allah) yang mengutus kepada kaum yang buta
huruf seorang rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya
kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan mereka Al-Kitab dan
Al-Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata.” Senada dengan itu, Allah SWT juga berfirman dalam
QS Al-Baqarah: 151: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami
kepadamu), Kami telah mengutus kepadamu rasul diantara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui.”
Dari kedua ayat diatas, kita bisa mengetahui bahwa tugas Rasulullah
saw ada tiga. Pertama, tilawatul aayaat: membacakan ayat-ayat Allah
(Al-Qur’an). Kedua, tazkiyatun nafs: menyucikan jiwa. Dan ketiga,
ta’limul kitaab wal hikmah: mengajarkan kitabullah dan hikmah.
Jelaslah bahwa salah satu diantara tiga tugas Rasulullah saw adalah
tazkiyatun nafs “menyucikan jiwa”. Tazkiyatun nafs itu sendiri identik
dengan penyempurnaan akhlaq, yang dalam hal ini Rasulullah saw bersabda
tentang misi beliau diutus: “Sesungguhnya aku ini diutus hanya untuk
menyempurnakan akhlaq yang mulia.”
Alasan kedua pentingnya tazkiyatun nafs adalah, karena tazkiyatun
nafs merupakan sebab keberuntungan (al-falah). Dan ini ditegaskan oleh
Allah SWT setelah bersumpah 11 kali secara berturut-turut, yang tidaklah
Allah bersumpah sebanyak ini secara berturut-turut kecuali hanya di
satu tempat, yaitu dalam QS Asy-Syams: 1-10:
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila
mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila
menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta
penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (potensi) kefasikan dan ketakwaannya.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Kemudian alasan ketiga pentingnya tazkiyatun nafs adalah, karena
perumpamaan tazkiyatun nafs adalah seperti membersihkan dan mengisi
gelas. Jika gelas kita kotor, meskipun diisi dengan air yang bening,
airnya akan berubah menjadi kotor. Dan meskipun diisi dengan minuman
yang lezat, tidak akan ada yang mau minum karena kotor. Tetapi jika
gelasnya bersih, diisi dengan air yang bening akan tetap bening. Bahkan
bisa diisi dengan minuman apa saja yang baik-baik: teh, sirup, jus, dan
sebagainya.
Demikian pula dengan jiwa kita. Jika jiwa kita bersih, siap menampung
kebaikan-kebaikan. Tetapi jika jiwa kita kotor, tidak siap menampung
kebaikan-kebaikan sebagaimana gelas kotor yang tidak siap disi dengan
minuman yang baik dan lezat.
Sarana-sarana Penyucian Jiwa
Untuk melakukan tazkiyatun nafs, yang meliputi takhalliy
(membersihkan jiwa kita dari akhlaq yang tercela) dan tahalliy
(menghiasi jiwa kita dengan akhlaq yang terpuji), kita memerlukan
berbagai macam cara atau sarana (wasail), yang kita sebut sebagai
wasailut tazkiyah “sarana-sarana penyucian jiwa”.
Apakah sarana-sarana
itu?
Sarana-sarana itu tidak lain adalah ibadah-ibadah kita: sholat,
shaum, zakat dan infaq, haji, membaca Al-Qur’an, berdzikir, dan
sebagainya. Semua bentuk ibadah tersebut merupakan wasailut tazkiyah –
membersihkan jiwa dan menumbuhkan akhlaq yang terpuji.
Sebagai gambaran singkat bagaimana ibadah-ibadah kita bisa
membersihkan jiwa kita, mendidik jiwa kita, dan menumbuhkan akhlaq yang
terpuji, mari kita lihat hakikat ibadah-ibadah tersebut.
Tentang sholat, Allah SWT berkata, “Dan tegakkanlah sholat.
Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar.” (QS
Al-Ankabut: 45). Ternyata, hikmah diperintahkannya sholat adalah untuk
mencegah kita dari perbuatan keji dan munkar, yang dengan kata lain
berarti membangun akhlaq kita.
Tentang puasa (shaum), Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang
selama berpuasa tidak mampu menahan diri dari perkataan dan perbuatan
yang buruk serta keji, maka Allah sama sekali tidak butuh dia
meninggalkan makan dan minumnya.” (HR Al-Bukhari). Beginilah hakikat
puasa, yang tidak lain adalah menahan nafsu kita, dalam rangka untuk
menyucikan nafsu kita dan membangun akhlaq kita.
Tentang zakat, Allah SWT berfirman, “Ambillah dari harta benda mereka
bagian zakatnya untuk membersihkan harta benda mereka dan untuk
menyucikan jiwa mereka.” (QS At-Taubah: 103). Inilah ternyata hikmah
dari zakat, yaitu untuk membersihkan harta kita, membersihkan jiwa kita
dari sifat kikir dan menumbuhkan sifat dermawan.
Bahkan tentang infaq dan sedekah secara umum, Allah SWT berfirman,
“Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan dirinya.”
(QS Al-Lail: 18). Jelas sekali dalam ayat ini ditegaskan bahwa hikmah
berinfaq dan bersedekah adalah untuk membersihkan diri, menyucikan jiwa.
Kemudian tentang haji, Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu (yakni bulan-bulan haji) akan
mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (berkata keji dan jorok),
berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.”
(QS Al-Baqarah: 197). Subhanallah, ternyata ibadah hajipun didesain
untuk bisa melatih kita mengendalikan hawa nafsu kita, dalam rangka
untuk menyucikan jiwa kita dan membangun akhlaq kita.
Demikian juga dengan ibadah-ibadah yang lain, tidak lain merupakan
wasailut tazkiyah, seperti membaca Al-Qur’an, berdzikir, dan sebagainya.
Semua bentuk ibadah tersebut akan membersihkan jiwa dan menumbuhkan
akhlaq yang terpuji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar